Penelitian Tindakan Kelas
oleh: Drs. Tatang Sunendar, M.Si.
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat
A. Latar
Belakang
Belakangan
ini Penelitian Tindakan Kelas (PTK) semakin menjadi trend untuk dilakukan oleh
para profesional sebagai upaya pemecahan masalah dan peningkatan mutu di
berbagai bidang. Awal mulanya, PTK, ditujukan untuk mencari solusi terhadap
masalah sosial (pengangguran, kenakalan remaja, dan lain-lain) yang berkembang
di masyarakat pada saat itu. PTK dilakukan dengan diawali oleh suatu kajian terhadap masalah
tersebut secara sistematis. Hal kajian ini kemudian dijadikan dasar untuk
mengatasi masalah tersebut. Dalam proses pelaksanaan rencana yang telah
disusun, kemudian dilakukan suatu observasi dan evaluasi yang dipakai sebagai
masukan untuk melakukan refleksi atas apa yang terjadi pada tahap pelaksanaan.
Hasil dari proses refeksi ini kemudian melandasi upaya perbaikan dan
peryempurnaan rencana tindakan berikutnya. Tahapan-tahapan di atas dilakukan
berulang-ulang dan berkesinambungan sampai suatu kualitas keberhasilan tertentu
dapat tercapai.
Dalam
bidang pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran, PTK berkembang sebagai
suatu penelitian terapan. PTK sangat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan
mutu proses dan hasil pembelajaran di kelas. Dengan melaksanakan tahap-tahap
PTK, guru dapat menemukan solusi dari masalah yang timbul di kelasnya sendiri,
bukan kelas orang lain, dengan menerapkan berbagai ragam teori dan teknik
pembelajaran yang relevan secara kreatif. Selain itu sebagai penelitian
terapan, disamping guru melaksanakan tugas utamanya mengajar di kelas, tidak perlu
harus meninggalkan siswanya. Jadi PTK merupakan suatu penelitian yang
mengangkat masalah-masalah aktual yang dihadapi oleh guru di lapangan. Dengan
melaksanakan PTK, guru mempunyai peran ganda : praktisi dan peneliti.
B.
Mengapa Penelitian Tindakan Kelas Penting ?
Ada beberapa alasan mengapa PTK merupakan suatu kebutuhan bagi guru
untuk meningkatkan profesional seorang guru :
1. PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka
tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya. Dia menjadi reflektif dan kritis
terhadap lakukan.apa yang dia dan muridnya
2. PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga
menjadi profesional. Guru tidak lagi sebagai seorang praktis, yang sudah merasa
puas terhadap apa yang dikerjakan selama bertahun-tahun tanpa ada upaya
perbaikan dan inovasi, namun juga sebagai peneniliti di bidangnya.
3. Dengan melaksanakan tahapan-tahapan dalam PTK, guru
mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam terhadap
apa yang terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Tindakan yang dilakukan guru
semata-mata didasarkan pada masalah aktual dan faktual yang berkembang di
kelasnya.
4. Pelaksanaan PTK tidak menggangu tugas pokok seorang
guru karena dia tidak perlu meninggalkan kelasnya. PTK merupakan suatu kegiatan
penelitian yang terintegrasi dengan pelaksanaan proses pembelajaran.
5. Dengan melaksanakan PTK guru menjadi kreatif karena
selalu dituntut untuk melakukan upaya-upaya inovasi sebagai implementasi dan
adaptasi berbagai teori dan teknik pembelajaran serta bahan ajar yang
dipakainya.
6. Penerapan PTK dalam pendidikan dan pembelajaran
memiliki tujuan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek
pembelajaran secara berkesinambungan sehingga meningkatan mutu hasil
instruksional; mengembangkan keterampilan guru; meningkatkan relevansi;
meningkatkan efisiensi pengelolaan instruksional serta menumbuhkan budaya
meneliti pada komunitas guru.
C.
Hakikat Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) pertama kali diperkenalkan oleh ahli psikologi sosial
Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan Lewin inilah yang
selanjutnya dikembangkan oleh ahli-ahli lain seperti Stephen Kemmis, Robin
McTaggart, John Elliot, Dave Ebbutt, dan sebagainya.
PTK di
Indonesia baru dikenal pada akhir dekade 80-an. Oleh karenanya, sampai dewasa
ini keberadaannya sebagai salah satu jenis penelitian masih sering menjadikan
pro dan kontra, terutama jika dikaitkan dengan bobot keilmiahannya.
Jenis
penelitian ini dapat dilakukan didalam bidang pengembangan organisasi,
manejemen, kesehatan atau kedokteran, pendidikan, dan sebagainya. Di dalam
bidang pendidikan penelitian ini dapat dilakukan pada skala makro ataupun
mikro. Dalam skala mikro misalnya dilakukan di dalam kelas pada waktu
berlangsungnya suatu kegiatan belajar-mengajar untuk suatu pokok bahasan
tertentu pada suatu mata kuliah. Untuk lebih detailnya berikut ini akan
dikemukan mengenai hakikat PTK.
Menurut
John Elliot bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah kajian tentang situasi sosial
dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya (Elliot, 1982).
Seluruh prosesnya, telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan
pengaruh menciptakan hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri dari
perkembangan profesional. Pendapat yang hampir senada dikemukakan oleh Kemmis
dan Mc Taggart, yang mengatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi diri
kolektif yang dilakukan oleh peserta–pesertanya dalam situasi sosial untuk
meningkatkan penalaran dan keadilan praktik-praktik itu dan terhadap situasi
tempat dilakukan praktik-praktik tersebut (Kemmis dan Taggart, 1988).
Menurut
Carr dan Kemmis seperti yang dikutip oleh Siswojo Hardjodipuro, dikatakan bahwa
yang dimaksud dengan istilah PTK adalah suatu bentuk refleksi diri yang
dilakukan oleh para partisipan (guru, siswa atau kepala sekolah) dalam
situasi-situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan
kebenaran (a) praktik-praktik sosial atau pendidikan yang dilakukan dilakukan
sendiri, (b) pengertian mengenai praktik-praktik ini, dan (c) situasi-situasi (
dan lembaga-lembaga ) tempat praktik-praktik tersebut dilaksanakan
(Harjodipuro, 1997).
Lebih
lanjut, dijelaskan oleh Harjodipuro bahwa PTK adalah suatu pendekatan untuk
memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk
memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut
dan agar mau utuk mengubahnya. PTK bukan sekedar mengajar, PTK mempunyai makna
sadar dan kritis terhadap mengajar, dan menggunakan kesadaran kritis terhadap
dirinya sendiri untuk bersiap terhadap proses perubahan dan perbaikan proses
pembelajaran. PTK mendorong guru untuk berani bertindak dan berpikir kritis
dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan bertanggung
jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional.
Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas, jelaslah bahwa dilakukannya PTK adalah dalam rangka
guru bersedia untuk mengintropeksi, bercermin, merefleksi atau mengevalusi
dirinya sendiri sehingga kemampuannya sebagai seorang guru/pengajar diharapkan
cukup professional untuk selanjutnya, diharapkan dari peningkatan kemampuan
diri tersebut dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas anak didiknya,
baik dalam aspek penalaran; keterampilan, pengetahuan hubungan sosial maupun
aspek-aspek lain yang bermanfaat bagi anak didik untuk menjadi dewasa.
Dengan
dilaksanakannya PTK, berarti guru juga berkedudukan sebagai peneliti, yang
senantiasa bersedia meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya. Upaya
peningkatan kualitas tersebut diharapkan dilakukan secara sistematis,
realities, dan rasional, yang disertai dengan meneliti semua “ aksinya di depan
kelas sehingga gurulah yang tahu persis kekurangan-kekurangan dan kelebihannya.
Apabila di dalam pelaksanaan “aksi” nya masih terdapat kekurangan, dia akan
bersedia mengadakan perubahan sehingga di dalam kelas yang menjadi
tanggungjawabnya tidak terjadi permasahan.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah suatu
penelitian yang dilakukan secara sistematis reflektif terhadap berbagai tindakan
yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti, sejak disusunnya
suatu perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang
berupa kegiatan belajar-mengajar, untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang
dilakukan. Sementara itu, dilaksanakannya PTK di antaranya untuk meningkatkan
kualitas pendidikan atau pangajaran yang diselenggarakan oleh
guru/pengajar-peneliti itu sendiri, yang dampaknya diharapkan tidak ada lagi
permasalahan yang mengganjal di kelas.
D. Jenis
dan Model PTK
Sebagai
paradigma sebuah penelitian tersendiri, jenis PTK memiliki karakteristik yang
relatif agak berbeda jika dibandingkan dengan jenis penelitian yang lain,
misalnya penelitian naturalistik, eksperimen survei, analisis isi, dan
sebagainya. Jika dikaitkan dengan jenis penelitian yang lain PTK dapat
dikategorikan sebagai jenis penelitian kualitatif dan eksperimen. PTK
dikatagorikan sebagai penelitian kualitatif karena pada saat data dianalisis
digunakan pendekatan kualitatif, tanpa ada perhitungan statistik. Dikatakan
sebagai penelitian eksperimen, karena penelitian ini diawali dengan
perencanaan, adanya perlakuan terhadap subjek penelitian, dan adanya evaluasi
terhadap hasil yang dicapai sesudah adanya perlakuan. Ditinjau dari
karakteristiknya, PTK setidaknya memiliki karakteristik antara lain: (1)
didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional; (2) adanya
kolaborasi dalam pelaksanaannya; (3) penelitian sekaligus sebagai praktisi yang
melakukan refleksi; (4) bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas
praktek instruksional; (5) dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa
siklus.
Menurut
Richart Winter ada enam karekteristik PTK, yaitu (1) kritik reflektif, (2)
kritik dialektis, (3) kolaboratif, (4) resiko, (5) susunan jamak, dan (6)
internalisasi teori dan praktek (Winter, 1996). Untuk lebih jelasnya, berikut
ini dikemukakan secara singkat karakteristik PTK tersebut.
1. Kritik Refeksi; salah satu langkah di dalam
penelitian kualitatif pada umumnya, dan khususnya PTK ialah adanya upaya
refleksi terhadap hasil observasi mengenai latar dan kegiatan suatu aksi. Hanya
saja, di dalam PTK yang dimaksud dengan refleksi ialah suatu upaya evaluasi
atau penilaian, dan refleksi ini perlu adanya upaya kritik sehingga
dimungkinkan pada taraf evaluasi terhadap perubahan-perubahan.
2. Kritik Dialektis; dengan adanyan kritik dialektif
diharapkan penelitian bersedia melakukan kritik terhadap fenomena yang
ditelitinya. Selanjutnya peneliti akan bersedia melakukan pemeriksaan terhadap:
(a) konteks hubungan secara menyeluruh yang merupakan satu unit walaupun dapat
dipisahkan secara jelas, dan, (b) Struktur kontradiksi internal, -maksudnya di
balik unit yang jelas, yang memungkinkan adanya kecenderungan mengalami
perubahan meskipun sesuatu yang berada di balik unit tersebut bersifat stabil.
3. Kolaboratif; di dalam PTK diperlukan hadirnya suatu
kerja sama dengan pihak-pihak lain seperti atasan, sejawat atau kolega,
mahasiswa, dan sebagainya. Kesemuanya itu diharapkan dapat dijadikan sumber
data atau data sumber. Mengapa demikian? Oleh karena pada hakikatnya kedudukan
peneliti dalam PTK merupakan bagian dari situasi dan kondisi dari suatu latar
yang ditelitinya. Peneliti tidak hanya sebagai pengamat, tetapi dia juga
terlibat langsung dalam suatu proses situasi dan kondisi. Bentuk kerja sama
atau kolaborasi di antara para anggota situasi dan kondisi itulah yang
menyebabkan suatu proses dapat berlangsung.Kolaborasi dalam kesempatan ini
ialah berupa sudut pandang yang disampaikan oleh setiap kolaborator. Selanjutnya,
sudut pandang ini dianggap sebagai andil yang sangat penting dalam upaya
pemahaman terhadap berbagai permasalahan yang muncul. Untuk itu, peneliti akan
bersikap bahwa tidak ada sudut pandang dari seseorang yang dapat digunakan
untuk memahami sesuatu masalah secara tuntas dan mampu dibandingkan dengan
sudut pandang yang berasal; dari berbagai pihak. Namun demikian memperoleh
berbagai pandangan dari pada kolaborator, peneliti tetap sebagai figur yang
memiliki ,kewenangan dan tanggung jawab untuk menentukan apakah sudut pandang
dari kolaborator dipergunakan atau tidak. Oleh karenanya, sdapat dikatakan
bahwa fungsi kolaborator hanyalah sebagai pembantu di dalam PTK ini, bukan
sebagai yang begitu menentukan terhadap pelaksaanan dan berhasil tidaknya penelitian.
4. Resiko; dengan adanya ciri resiko diharapkan dan
dituntut agar peneliti berani mengambil resiko, terutama pada waktu proses
penelitian berlangsung. Resiko yang mungkin ada diantaranya (a) melesetnya
hipotesis dan (b) adanya tuntutan untuk melakukan suatu transformasi.
Selanjutnya, melalui keterlibatan dalam proses penelitian, aksi peneliti
kemungkinan akan mengalami perubahan pandangan karena ia menyaksikan sendiri
adanya diskusi atau pertentangan dari para kalaborator dan selanjutnya
menyebabkan pandangannya berubah.
5. Susunan Jamak; pada umumnya penelitian kuantitatif
atau tradisional berstruktur tunggal karena ditentukan oleh suara tunggal,
penelitinya. Akan tetapi, PTK memiliki struktur jamak karena jelas penelitian
ini bersifat dialektis, reflektif, partisipasi atau kolaboratif. Susunan jamak
ini berkaitan dengan pandangan bahwa fenomena yang diteliti harus mencakup
semua komponen pokok supaya bersifat komprehensif. Suatu contoh, seandainya
yang diteliti adalah situasi dan kondisi proses belajar-mengajar, situasinya
harus meliputi paling tidak guru, siswa, tujuan pendidikan, tujuan
pembelajaran, interaksi belajar-mengajar, lulusan atau hasil yang dicapai, dan
sebagainya.
6. Internalisasi Teori dan Praktik; Menurut pandangan
para ahli PTK bahwa antara teori dan praktik bukan merupakan dua dunia yang
berlainan. Akan tetapi, keduanya merupakan dua tahap yang berbeda, yang saling
bergantung, dan keduanya berfungsi untuk mendukung tranformasi. Pendapat ini
berbeda dengan pandangan para ahli penelitian konvesional yang beranggapan
bahwa teori dan praktik merupakan dua hal yang terpisah. Keberadaan teori
diperuntukkan praktik, begitu pula sebaliknya sehingga keduanya dapat digunakan
dan dikembangkan bersama.
Berdasarkan
uraian di atas, jelaslah bahwa bentuk PTK benar-benar berbeda dengan bentuk
penelitian yang lain, baik itu penelitian yang menggunakan paradigma kualitatif
maupun paradigma kualitatif. Oleh karenanya, keberadaan bentuk PTK tidak perlu
lagi diragukan, terutama sebagai upaya memperkaya khasanah kegiatan penelitian
yang dapat dipertanggungjawabkan taraf keilmiahannya.
E. Jenis
Penelitian Tindakan Kelas
Ada empat
jenis PTK, yaitu: (1) PTK diasnogtik, (2) PTK partisipan, (3) PTK empiris, dan
(4) PTK eksperimental (Chein, 1990). Untuk lebih jelas, berikut dikemukakan
secara singkat mengenai keempat jenis PTK tersebut.
1. PTK Diagnostik; yang dimaksud dengan PTK diagnostik
ialah penelitian yang dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu
tindakan. Dalam hal ini peneliti mendiagnosia dan memasuki situasi yang
terdapat di dalam latar penelitian. Sebagai contohnya ialah apabila peneliti
berupaya menangani perselisihan, pertengkaran, konflik yang dilakukan antar
siswa yang terdapat di suatu sekolah atau kelas.PTK Empiris; yang dimaksud dengan PTK empiris ialah
apabila peneliti berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan
membukakan apa yang dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung.
Pada prinsipnya proses penelitinya berkenan dengan penyimpanan catatan dan
pengumpulan pengalaman penelti dalam pekerjaan sehari-hari.
4. PTK Eksperimental; yang dikategorikan sebagai PTK
eksperimental ialah apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan
berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu
kegiatam belajar-mengajar. Di dalam kaitanya dengan kegitan belajar-mengajar,
dimungkinkan terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang ditetapkan
untuk mencapai suatu tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini
diharapkan peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dalam rangka
untuk mencapai tujuan pengajaran.
F.
Model-model Penelitian Tindakan Kelas
Ada
beberapa model PTK yang sampai saat ini sering digunakan di dalam dunia
pendidikan, di antaranya: (1) Model Kurt Lewin, (2) Model Kemmis dan Mc
Taggart, (3) Model John Elliot, dan (4) Model Dave Ebbutt.
1. Model Kurt Lewin; di depan sudah disebutnya bahwa
PTK pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946. konsep inti PTK
yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin ialah bahwa dalam satu siklus terdiri dari
empat langkah, yaitu: (1) Perencanaan ( planning), (2) aksi atau tindakan
(acting), (3) Observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting) (Lewin,
1990). Sementara itu, empat langkah dalam satu siklus yang dikemukakan oleh
Kurt Lewin tersebut oleh Ernest T. Stringer dielaborasi lagi menjadi : (1)
Perencanaan (planning), (2) Pelaksanaan (implementing), dan (3) Penilaian
(evaluating) (Ernest, 1996).
2. Model John Elliot; apabila dibandingkan dua model
yang sudah diutarakan di atas, yaitu Model Kurt Lewin dan Kemmis-McTaggart, PTK
Model John Elliot ini tampak lebih detail dan rinci. Dikatakan demikian, oleh
karena di dalam setiap siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi yaitu
antara 3-5 aksi (tindakan). Sementara itu, setiap aksi kemungkinan terdiri dari
beberapa langkah, yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar.
Maksud disusunnya secara terinci pada PTK Model John Elliot ini, supaya
terdapat kelancaran yang lebih tinggi antara taraf-taraf di dalam pelaksanan
aksi atau proses belajar-mengajar. Selanjutnya, dijelaskan pula olehnya bahwa
terincinya setiap aksi atau tindakan sehingga menjadi beberapa langkah oleh
karena suatu pelajaran terdiri dari beberapa subpokok bahasan atau materi
pelajaran. Di dalam kenyataan praktik di lapangan setiap pokok bahasan biasanya
tidak akan dapat diselesaikan dalam satu langkah, tetapi akan diselesaikan
dalam beberapa rupa itulah yang menyebabkan John Elliot menyusun model PTK yang
berbeda secara skematis dengan kedua model sebelumnya, yaitu seperti
dikemukakan berikut ini.
SIKLUS
PELAKSANAAN PTK
Gambar 4:
Riset Aksi Model John Elliot
G.
Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Banyak
model PTK yang dapat diadopsi dan diimplementasikan di dunia pendidikan. Namun
secara singkat, pada dasarnya PTK terdiri dari 4 (empat) tahapan dasar yang
saling terkait dan berkesinambungan: (1) perencanaan (planning), (2)
pelaksanaan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi
(reflecting). Namun sebelumnya, tahapan ini diawali oleh suatu Tahapan Pra PTK,
yang meliputi:
§ Identifikasi masalah
§ Analisis masalah
§ Rumusan masalah
§ Rumusan hipotesis tindakan
Tahapan
Pra PTK ini sangat esensial untuk dilaksanakan sebelum suatu rencana tindakan
disusun. Tanpa tahapan ini suatu proses PTK akan kehilangan arah dan arti
sebagai suatu penelitian ilmiah. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan guna
menuntut pelaksanaan tahapan PTK adalah sebagai berikut ini.
1. Apa yang memprihatinkan dalam proses pembelajaran?
2. Mengapa hal itu terjadi dan apa sebabnya?
3. Apa yang dapat dilakukan dan bagaimana caranya
mengatasi keprihatinan tersebut?
4. Bukti-bukti apa saja yang dapat dikumpulkan untuk
membantu mencari fakta apa yang terjadi?
5. Bagaimana cara mengumpulkan bukti-bukti tersebut?
Jadi,
tahapan pra PTK ini sesungguhnya suatu reflektif dari guru terhadap masalah
yang ada dikelasnya. Masalah ini tentunya bukan bersifat individual pada salah
seorang murid saja, namun lebih merupakan masalah umum yang bersifat klasikal,
misalnya kurangnya motivasi belajar di kelas, rendahnya kualitas daya serap
klasikal, dan lain-lain.
Berangkat
dari hasil pelaksanaan tahapan Pra PTK inilah suatu rencana tindakan dibuat.
1. Perencanaan Tindakan; berdasarkan pada identifikasi
masalah yang dilakukan pada tahap pra PTK, rencana tindakan disusun untuk
menguji secara empiris hipotesis tindakan yang ditentukan. Rencana tindakan ini
mencakup semua langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan pelaksanaan PTK,
mulai dari materi/bahan ajar, rencana pengajaran yang mencakup metode/ teknik
mengajar, serta teknik atau instrumen observasi/ evaluasi, dipersiapkan dengan
matang pada tahap perencanaan ini. Dalam tahap ini perlu juga diperhitungkan
segala kendala yang mungkin timbul pada saat tahap implementasi berlangsung.
Dengan melakukan antisipasi lebih dari diharapkan pelaksanaan PTK dapat
berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis yang telah ditentukan.
2. Pelaksanaan Tindakan; tahap ini merupakan implementasi
( pelaksanaan) dari semua rencana yang telah dibuat. Tahap ini, yang
berlangsung di dalam kelas, adalah realisasi dari segala teori pendidikan dan
teknik mengajar yang telah disiapkan sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan
guru tentu saja mengacu pada kurikulum yang berlaku, dan hasilnya diharapkan
berupa peningkatan efektifitas keterlibatan kolaborator sekedar untuk membantu
si peneliti untuk dapat lebih mempertajam refleksi dan evaluasi yang dia
lakukan terhadap apa yang terjadi dikelasnya sendiri. Dalam proses refleksi ini
segala pengalaman, pengetahuan, dan teori pembelajaran yang dikuasai dan
relevan.
3. Pengamatan Tindakan; kegiatan observasi dilakukan
bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Data yang dikumpulkan pada tahap ini
berisi tentang pelaksanaan tindakan dan rencana yang sudah dibuat, serta
dampaknya terhadap proses dan hasil intruksional yang dikumpulkan dengan alat
bantu instrumen pengamatan yang dikembangkan oleh peneliti. Pada tahap ini
perlu mempertimbangkan penggunaan beberapa jenis instrumen ukur penelitian guna
kepentingan triangulasi data. Dalam melaksanakan observasi dan evaluasi, guru
tidak harus bekerja sendiri. Dalam tahap observasi ini guru bisa dibantu oleh
pengamat dari luar (sejawat atau pakar). Dengan kehadiran orang lain dalam
penelitian ini, PTK yang dilaksanakan menjadi bersifat kolaboratif. Hanya saja
pengamat luar tidak boleh terlibat terlalu dalam dan mengintervensi terhadap
pengambilan keputusan tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Terdapat empat
metode observasi, yaitu : observasi terbuka; observasi terfokus; observasi
terstruktur dan dan observasi sistematis. Beberapa prinsip yang harus dipenuhi
dalam observasi, diantaranya : a) ada perencanaan antara dosen/guru dengan pengamat;
(b) fokus observasi harus ditetapkan bersama; (c) dosen/guru dan pengamat
membangun kriteria bersama; (d) pengamat memiliki keterampilan mengamati; dan
(e) balikan hasil pengamatan diberikan dengan segera. Adapun keterampilan yang
harus dimiliki pengamat diantaranya : (a) menghindari kecenderungan untuk
membuat penafsiran; (b) adanya keterlibatan keterampilan antar pribadi; (c)
merencanakan skedul aktifitas kelas; (d) umpan balik tidak lebih dari 24 jam;
(d) catatan harus teliti dan sistemaris
4. Refleksi Terhadap Tindakan; tahapan ini merupakan
tahapan untuk memproses data yang didapat saat dilakukan pengamatan. Data yang
didapat kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis, dan
disintesis. Dalam proses pengkajian data ini dimungkinkan untuk melibatkan
orang luar sebagai kolaborator, seperti halnya pada saat observasi.
Keterlebatan kolaborator sekedar untuk membantu peneliti untuk dapat lebih
tajam melakukan refleksi dan evaluasi. Dalam proses refleksi ini segala
pengalaman, pengetahuan, dan teori instruksional yang dikuasai dan relevan
dengan tindakan kelas yang dilaksanakan sebelumnya, menjadi bahan pertimbangan
dan perbandingan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang mantap dan
sahih.Proses refleksi ini memegang peran yang sangat penting dalam menentukan
suatu keberhasilan PTK. Dengan suatu refleksi yang tajam dan terpecaya akan
didapat suatu masukan yang sangat berharga dan akurat bagi penentuan langkah
tindakan selanjutnya. Refleksi yang tidak tajam akan memberikan umpan balik
yang misleading dan bias, yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan suatu PTK.
Tentu saja kadar ketajaman proses refleksi ini ditentukan oleh kejataman dan
keragaman instrumen observasi yang dipakai sebagai upaya triangulasi data.
Observasi yang hanya mengunakan satu instrumen saja. Akan menghasilkan data
yang miskin.Adapun untuk memudahkan dalam refleksi bisa juga dimunculkan
kelebihan dan kekurangan setiap tindakan dan ini dijadikan dasar perencanaan
siiklus selanjutnya. Pelaksanaan refleksi diusahakan tidak boleh lebih dari 24
jam artinya begitu selesai observasi langsung diadakan refleksi bersama
kolaborator.
Demikianlah,
secara keseluruhan keempat tahapan dalam PTK ini membentuk suatu siklus. Siklus
ini kemudian diikuti oleh siklus-siklus lain secara bersinambungan seperti
sebuah spiral.
Kapan siklus-siklus
tersebut berakhir? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh si peneliti sendiri.
Kalau dia sudah merasa puas terhadap hasil yang dicapai dalam suatu kegiatan
PTK yang dia lakukan, maka dia akan mengakhiri siklus-siklus tersebut.
Selanjutnya, dia akan melakukan satu identifikasi masalah lain dan kemudian
diikuti oleh tahapan-tahapan PTK baru guna mencari solusi dari masalah
tersebut.
No comments:
Post a Comment
Jika ada yang ingin disampaikan tentang isi blog ini, mohon kiranya berkenan untuk memberikan komentar di sini