Matematika :

Jul 3, 2011

Seputar Isu Pemangkasan PNS

TIGA ALTERNATIF PERAMPINGAN PNS
Ketua Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional, Erry Riyana Hardjapamengkas, mengatakan ada tiga alternatif terkait upaya perampingan dan pengurangan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal ini disampaikan Erry kepada Ketua Komite Pengarah Reformasi Birokrasi, yaitu Wakil Presiden Boediono.

"Pertama, untuk mengatasi kelebihan bisa dilakukan pensiun dini," ujarnya dalam konferensi pers usai mengikuti Rapat Reformasi Birokrasi Nasional di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin 27 Juni 2011.

Kedua, kata dia, bisa dilakukan pelatihan ulang (re-training) di lingkungan-lingkungan kementerian yang berdekatan. Pelatihan ulang ini akan menghasilkan tenaga terampil yang bisa jadi dibutuhkan kementerian lain atau pemerintah daerah. "Misalnya lulusan politeknik sipil dijadikan pegawai Teknologi Informasi (TI). Jadi, bisa pelatihan ulang, lalu ditawarkan kepada mereka yang membutuhkan," ujarnya.

Ketiga, menempatkan pegawai-pegawai yang tidak cakap dan tak berkualitas di posisi tanpa jabatan. "Disuruh tetap masuk, tidak mengerjakan apa-apa, tapi tidak mengganggu pegawai lainnya sampai menunggu masa pensiun," kata mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.

Selain tiga alternatif itu, Tim Independen juga mengusulkan dilakukannya moratorium penerimaan PNS. Apalagi jumlah PNS saat ini dinilai sudah terlalu banyak. "Perekrutan PNS harus dihentikan sementara, paling lambat enam bulan ke depan," ujarnya.

Tim Independen Reformasi Birokrasi terdiri dari berbagai tokoh pemerintah dan nonpemerintah, akademisi, dan ada pula tokoh dari dunia usaha. Selain Erry, anggota lainnya adalah Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) Ahmad Damiri, guru besar Universitas Indonesia Eko Prasojo, guru besar Universitas Gajah Mada Sofyan Effendi. Tim ini memberikan pandangan atau evaluasinya mengenai birokrasi pemerintahan langsung kepada Komite Pengarah Reformasi Birokrasi, yaitu Wakil Presiden Boediono.

PEMERINTAH BERENCANA PANGKAS JUMLAH PNS
Pemerintah diminta menyiapkan cetak biru (blue print) yang lengkap dan menyeluruh terkait wacana perampingan jumlah pegawai negeri sipil (PNS). Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Maruarar Sirait, mengatakan kebijakan kepegawaian tak boleh dibahas secara parsial. “Harus dibahas menyeluruh, kemudian direspons lewat kebijakan presiden,” kata Maruarar ketika dihubungi kemarin.

Pernyataan itu disampaikannya menanggapi keinginan Menteri Keuangan Agus Martowardojo melakukan perampingan pegawai. Hal itu mengingat beban anggaran yang terlalu besar untuk menggaji pegawai negeri.

Kementerian Keuangan sendiri telah memulai kebijakan zero growth jumlah pegawai. Selain membatasi rekrutmen baru, Menteri Agus menawarkan pegawai yang memasuki usia 50-55 tahun mengajukan pensiun dini. Pemerintah akan memberikan kompensasi kepada mereka.

Menurut Maruarar, persoalan kepegawaian ini tak bisa dipandang dari sisi anggaran saja, tapi juga menyangkut aspek hukum, politik, dan sosial. “Jika memang disepakati, pemerintah perlu mengamankan proses itu dari segala aspeknya,” ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Anggota Komisi dari Fraksi Partai keadilan Sejahtera Andi Rahmat menilai apa yang dilontarkan Menteri Agus bukanlah hal baru. "Ini sebenarnya sudah sempat dibahas di era Sri Mulyani," kata Andi kemarin.

Menurut dia, pemerintah tak pernah serius melakukan perampingan pegawai. Buktinya, dalam rencana kerja pemerintah pada 2012 disebutkan adanya penambahan 100 ribu pegawai negeri. Rekrutmen pegawai baru itu dilakukan di pusat dan di daerah.

Andi mengaku mendukung usulan Menteri Keuangan. Menurut dia, jumlah pegawai negeri saat ini sudah cukup besar, mencapai 4,7 juta pegawai, membuat Indonesia menjadi negara birokrasi yang boros. "Indonesia ini seperti Cina dan India dengan birokrasi yang besar," katanya.

Dalam APBN 2011, pos belanja pegawai mencapai Rp 180,6 triliun. Pada saat yang sama, alokasi anggaran untuk mendukung pencapaian sasaran-sasaran prioritas infrastruktur hanya Rp 67,4 triliun.

Saat ini, rasio pegawai negeri dengan jumlah penduduk adalah 1:52. Artinya, satu pegawai negeri melayani 52 penduduk. Rasio ini akan ditingkatkan menjadi 1:80. Indonesia perlu mencontoh negara maju, seperti Amerika Serikat yang rasionya 1:70. Mestinya, kata dia, pelayanan publik bisa semakin efisien dengan adanya teknologi.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi E.E. Mangindaan mengatakan pemerintah membenahi formasi penerimaan. “Misalnya tahun ini pensiun 150 ribu, kami hanya membuka pegawai baru 15 ribu,” kata dia.

Selain membuka opsi pensiun dini bagi pegawai negeri, pemerintah akan memperketat rekrutmen pegawai honorer di daerah-daerah. Pemerintah telah menghentikan penerimaan pegawai honorer sejak 2006, tapi sejumlah daerah masih melakukannya.

BELUM SAATNYA MORATORIUM PNS
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menilai kini belum saatnya dilakukan moratorium pengangkatan Pengawai Negeri Sipil (PNS). Menurut dia, "Indonesia dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, jumlah PNS-nya masih cukup rendah. Berkisar antara 2,3-2,4 persen."

Ditemui di Istana Negara Jakarta, hari ini, Rabu 22 Juni 2011, Gamawan mengatakan yang lebih penting untuk dipikirkan saat ini adalah soal pendisiplinan pengangkatan pegawai honorer. Pasalnya, masih ada beberapa daerah yang melakukan pengangkatan pegawai honorer yang sebenarnya sudah dihentikan sejak tahun 2006 lalu. 

"Padahal, kita sudah ingatkan bahwa tidak boleh ada lagi pengangkatan pegawai honorer yang menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) karena akan membebani anggaran di daerah," ujarnya.

Jika saat ini pegawai honorer ternyata masih banyak di daerah-daerah, menurut Gamawan, itu terjadi atas keputusan pemerintah daerah setempat. "Karena itu diangkat pemda, maka pemda yang harus mencarikan solusinya bagaimana yang terbaik untuk honorer ini." ujarnya.

Sebelumnya, kata dia, sudah ada ketentuan bahwa pengangkatan pegawai honorer menjadi PNS hanya sampai 2011. "Sedangkan untuk 2006 (pegawai) honorer sudah tidak boleh lagi," katanya. "Makanya, harus selektif juga menyeleksi (PNS) karena itu kita minta tiap tahun pada daerah."

Sebelumnya, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mendesak pemerintah memberlakukan moratorium rekrutmen pegawai negeri sipil (PNS) di daerah. Penyetopan sementara penerimaan PNS baru itu dinilai penting untuk mengurangi beban belanja daerah, sembari merancang ulang reformasi birokrasi di tingkat daerah.

PEMERINTAH DIDESAK UNTUK MENGHENTIKAN REKRUITMEN PNS
Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional menilai jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) saat ini sudah terlalu banyak. "Perekrutan PNS harus dihentikan sementara, paling lambat enam bulan ke depan," kata Ketua Tim Independen, Erry Riyana Hardjapamekas, dalam konferensi pers usai mengikuti Rapat Reformasi Birokrasi Nasional di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin 27 Juni 2011.

Menurut Erry, selama enam bulan, akan dilakukan kajian komprehensif dan memperbaiki sistem supaya tak terjadi kebocoran lagi dalam perekrutan PNS. Selama ini, dalam proses perekrutan PNS, terutama di daerah-daerah, sering terjadi jual-beli jabatan yang disalahgunakan oleh oknum-oknum pejabat daerah.

Tim Independen, kata Erry, menganggap ketidakterkendalian pengelolan PNS dan calon PNS sangat berbahaya. Tidak hanya dari sisi keuangan, tapi efektivitas kerja yang tentu saja berimbas pada pelayanan publik. "Kita lihat sendiri, penambahan PNS selama ini tidak sejalan dengan meningkatnya pelayanan mereka kepada publik," kata Erry.

Para PNS dinilai belum menyadari pentingnya arti reformasi birokrasi. Padahal, yang utama dilakukan adalah prinsip melayani, bukan dilayani. "Tidak ada jiwa melayani dulu, bagaimana mungkin menggaji orang dengan pola pikir seperti itu," kata Erry.

Moratorium perlu dilakukan bukan semata-mata karena biaya. Konsekuensi keuangan itu bagian penting, tapi apakah penambahan PNS itu menjamin perubahan pelayanan publik. "Jadi, sebaiknya dibekukan dulu selama enam bulan, sambil mengkaji," kata Erry.

Tim Independen Reformasi Birokrasi terdiri dari berbagai tokoh pemerintah dan nonpemerintah, akademisi, dan ada pula tokoh dari dunia usaha. Selain Erry, anggota lainnya adalah Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) Ahmad Damiri, guru besar Universitas Indonesia Eko Prasojo, guru besar Universitas Gajah Mada Sofyan Effendi. Tim ini memberikan pandangan atau evaluasi kepada Komite Pengarah Reformasi Birokrasi, yaitu Wakil Presiden Boediono.
Tempo Interaktif

No comments:

Post a Comment

Jika ada yang ingin disampaikan tentang isi blog ini, mohon kiranya berkenan untuk memberikan komentar di sini

 

© Copyright yusuf blog 2010 -2011 | Design by Yusuf Blog | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...