Lebih dari sepertiga atau 35,7% anak Indonesia tergolong pendek atau pertumbuhan tingginya tidak sesuai dengan umur, demikian menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2010.
"Ini termasuk permasalahan gizi kronis. Inilah tantangan gizi ke depan. Kita masih akan menghadapi masalah gizi kurang terutama yang kronis dan akut pada beberapa kelompok masyarakat kita," kata Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Rahayu Sedyaningsih pada peringatan Hari Gizi Nasional di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa (25/1).
Selain itu, Riskesdas 2010 juga menemukan tingkat prevalensi gizi kurang pada balita sebesar 17,9% atau diperkirakan sekitar 3,7 juta balita mengalami kekurangan gizi kurang dan gizi buruk.
Meskipun angka tersebut mengalami penurunan daripada tahun 1990 di mana 31% balita mengalami gizi buruk, Menkes menyebut, harus segera dilakukan tindakan. "Di sisi lain kita juga mengalami masalah gizi berlebih pada anak yang sampai saat ini merupakan salah satu faktor resiko utama penyakit degeneratif," ujarnya.
Sekitar 14% balita ditemukan mengalami gizi berlebih yang disebut Menkes juga tidak baik karena akan meningkatkan resiko terhadap penyakit seperti penyakit jantung.
Sebanyak 19,1% orang berusia diatas 15 tahun juga mengalami obesitas alias kegemukan dan ini juga dinilai sebagai masalah kesehatan masyarakat. "Gizi berlebih ini terdapat pada seluruh keluarga, baik miskin atau kaya. Sebanyak 13,7% keluarga miskin mengalami kelebihan gizi dan 14% pada keluarga kaya. Jenis kelamin dan pendidikan orang tua juga tidak berpengaruh terhadap kasus gizi berlebih ini," papar Menkes.
Menkes telah meminta agar Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) dikaji kembali baik dari konsep maupun penerapannya untuk disesuaikan dengan perubahan gaya hidup dan lingkungan yang ada. "Jika (PUGS) ini diterapkan, masalah gizi bisa dicegah," katanya.
Pemerintah, dalam Rencana Pembangunan Nasional, telah menetapkan tiga strategi dasar perbaikan gizi masyarakat yaitu menekankan upaya pemberdayaan dan pendidikan gizi, mendorong mutu konsumsi pangan baik melalui pendekatan penganekaragaman pangan atau melalui fortifikasi pangan dan suplementasi gizi.
Sedangkan strategi ketiga adalah dengan meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan.
Untuk tahun 2011, Menkes menyatakan bahwa prioritas pelayanan kesehatan, yakni untuk masyarakat miskin atau masyarakat di daerah terpencil dan perbatasan
ini sebagai sebuah mata rantai, bersumber dari kesejahteraan yang tidak merata.
ReplyDeletesalam sahabat
ReplyDeletewah ternyata tergoong pendek ini sangat kentara bagi negara kita yach'bagu postingannya .
oh iya maaf telat dah saya follow.blognya bagus gitu