Awal pekan ini di Jakarta, wartawan bertanya kepada menteri keuangan Agus Martowardojo apakah dia sudah menerima surat dari menteri energi Darwin Saleh perihal divestasi 7 persen saham Newmont Nusa Tenggara.
Agus menjawab, “Pak Hadiyanto sudah menerima belum? Belikan tinta dulu.” Hadiyanto yang dimaksud adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan.
Keputusan pemerintah pusat untuk membeli saham Newmont itu memang masih terhambat oleh belum adanya surat konfirmasi menteri energi. Karena itu, secara berkelakar, Agus menduga Darwin kehabisan tinta untuk menandatangani surat.
Surat dari menteri energi diperlukan sebagai syarat memuluskan pembelian saham — sebagai laporan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal sebelum pemerintah membayar 7 persen saham Newmont seharga $ 246 juta.
Karena surat konfirmasi tak kunjung keluar, pembayaran pun belum dapat dilakukan.
Pada Desember tahun lalu, kementerian keuangan memutuskan membeli 7 persen saham Newmont. Pada 6 Mei 2011, kesepakatan jual-beli ditandatangani. Tiga hari kemudian, kesepakatan ini dilaporkan kepada kementerian energi dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Agus mengatakan, “Pihak yang melakukan jual-beli adalah pemerintah dan Newmont. Kementerian energi itu regulator.”
Pada 18 Mei 2011, kementerian keuangan mendapatkan surat dari kementerian energi, yang menyatakan bahwa kesepakatan jual-beli antara pemerintah dengan Newmont telah efektif berlaku. “Mengakui divestasi sudah efektif,” kata Agus.
Tetapi masih ada satu syarat lagi, yakni surat dari kementerian energi kepada BKPM ihwal pembelian saham tersebut. Agus kemudian mengimbau Darwin untuk segera menerbitkan surat tersebut. “Kami imbau, sebagai mitra kerja,” kata Agus.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Thamrin Sihite, beralasan, lembaganya masih menantikan kelengkapan dokumen baik dari Newmont maupun Pusat Investasi Pemerintah (lembaga yang ditugaskan untuk membeli 7 persen saham itu).
Berkas yang harus dilengkapi sangatlah tebal dan kompleks sehingga memerlukan waktu relatif panjang. Menurut dia, tidak ada jangka waktu tertentu untuk melengkapi berkas administrasi. “Tidak ada aturannya, kalau berkas lengkap bisa diserahkan.”
Divestasi saham perusahaan asing yang menambang emas di Sumbawa itu memang berbelit. Sesuai kontrak karya pertambangan 1986, Nusa Tenggara Partnership — yang dimiliki Newmont USA Limited dan Sumitomo Corporation, Jepang — wajib mendivestasikan 51 persen saham Newmont Nusa Tenggara secara bertahap kepada Indonesia.
Dari total 51 persen saham itu, sebanyak 20 persen sejak awal sudah didapat oleh PT Pukuafu, milik pengusaha lokal Yusuf Merukh. Nah sisanya, 31 persen sesuai kontrak harus didivestasikan secara bertahap.
Divestasi 10 persen saham periode 2006-2007 senilai $ 352 juta diambil pemerintah daerah melalui PT Multi Daerah Bersaing. Divestasi 14 persen saham periode 2008-2009 senilai $ 492 juta diambil perusahaan yang sama.
PT Multi Daerah Bersaing ini 75 persen sahamnya dikuasai PT Multi Capital (milik kelompok usaha Bakrie), dan sisanya oleh PT Daerah Maju Bersama (DMB). PT DMB dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa, dan Kabupaten Sumbawa Barat.
Untuk divestasi ini, langkah menteri keuangan tidak mulus sebab pemerintah daerah juga berminat menguasai sisa saham divestasi. Persoalan kian pelik karena DPR mendukung langkah pemerintah daerah — dan justru mempertanyakan langkah Agus.
Bahkan, DPR memberi tenggat satu bulan itu kepada Agus untuk membatalkan pembelian saham Newmont, serta menyerahkannya kepada pemerintah daerah.
Ketua Komisi XI DPR Emir Moeis mengatakan, dengan menguasai 31 persen saham, daerah bisa lebih berperan dan punya posisi tawar yang kuat di Newmont. Kegigihan menteri keuangan dinilai hanya menguntungkan posisi Newmont, karena perusahaan asal Amerika Serikat ini tetap akan memegang kendali.
Agus balas menuding bahwa pembelian 7 persen saham oleh pemerintah daerah pada akhirnya akan diserahkan kepada swasta, dalam hal ini kelompok usaha Bakrie. "Selanjutnya, saham itu dijadikan agunan kepada pihak asing untuk pembiayaan pembeliannya," kata Agus. Otomatis, manfaat buat daerah pun menjadi minim.
Belakangan memang muncul kabar bahwa saham Newmont yang dimiliki Multi Daerah Bersaing diagunkan kepada Credit Suisse Singapore (CSS). Dan, dividen yang didapat dari Newmont, digunakan untuk membayar cicilan agunan itu.
Karena itu, Agus menegaskan, meski tanpa persetujuan DPR, rencana pembelian akan jalan terus. Menurut Agus, pemerintah sudah berhasil memperoleh harga rasional dari penawaran $ 271 juta menjadi $ 246,8 juta.
Dengan kurs Rp 8.500 per dolar AS, harga 7 persen saham itu setara dengan Rp 2,1 triliun. Artinya, ada penghematan yang dilakukan pemerintah sekitar Rp 200 miliar.
Tetapi penghematan itu masih terhalang tinta sang menteri energi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Jika ada yang ingin disampaikan tentang isi blog ini, mohon kiranya berkenan untuk memberikan komentar di sini