Beratnya Beban Sosial
Banyak hal yang bisa mengganjal usaha seorang pria untuk menafkahi keluarga. Salah satunya yang utama, karena menipisnya lapangan kerja, buntut dari krisis moneter, dan hingga kini belum pulih sepenuhnya.
Satriyo Wibowo, pengajar psikologi budaya pada Fakultas Psikologi, Universitas Atmajaya, Jakarta, mengatakan, suami yang gagal menafkahi keluarga, sebenarnya menanggung beban sosial yang amat besar. Karena nyatanya, suami yang menganggur akan langsung jadi sorotan masyarakat.
Masalah penghasilan adalah salah satu hal paling sensitif dalam perkawinan. Karenanya, ucapan bernada tuduhan terhadap suami bisa jadi bumerang. “Tapi, jika suami memang sudah keterlaluan: misalnya bersikap masa bodoh terus-terusan, apalagi sudah melakukan kekerasan, baik secara finansial, verbal, maupun fisik terhadap istrinya, istri memang harus bersikap tegas. Kalau perlu, segera minta ceraikan saja,” kata Satriyo.
Istri Perlu Bicara
Dialog adalah kunci utama untuk mengurai masalah dalam perka-winan. Jika istri yang bekerja merasa tak mampu menjalankan pe-ran ganda sendirian, tak ada cara lain kecuali membicarakannya terus terang dengan suami.
“Katakan dengan jelas kepada suami, karena Anda harus bekerja, maka harus ada orang yang mengisi posisi tugas mengurus rumah. Tawarkan langsung kepada suami untuk mengisi posisi itu. Ungkapkan dengan empati, karena biasanya hati suami cukup sensitif dalam situasi seperti ini,” anjur Satriyo. Apalagi, tak sedikit pria yang menikmati menjadi bapak rumah tangga.
Selain itu, dialog sebenarnya harus dimulai jauh sebelum menikah. Hal yang harus dibicarakan, terutama menyangkut pembagian peran dalam rumah tangga. “Beranilah berkata tidak pada pria yang menolak berdialog. Karena, pada dasarnya, tak ada cinta murni yang tak dilandasi kemauan untuk memahami hal-hal yang disukai atau tidak disukai dari orang yang kita cintai,” jelas Satriyo.
[Dari femina 1 / 2007]
Banyak hal yang bisa mengganjal usaha seorang pria untuk menafkahi keluarga. Salah satunya yang utama, karena menipisnya lapangan kerja, buntut dari krisis moneter, dan hingga kini belum pulih sepenuhnya.
Satriyo Wibowo, pengajar psikologi budaya pada Fakultas Psikologi, Universitas Atmajaya, Jakarta, mengatakan, suami yang gagal menafkahi keluarga, sebenarnya menanggung beban sosial yang amat besar. Karena nyatanya, suami yang menganggur akan langsung jadi sorotan masyarakat.
Masalah penghasilan adalah salah satu hal paling sensitif dalam perkawinan. Karenanya, ucapan bernada tuduhan terhadap suami bisa jadi bumerang. “Tapi, jika suami memang sudah keterlaluan: misalnya bersikap masa bodoh terus-terusan, apalagi sudah melakukan kekerasan, baik secara finansial, verbal, maupun fisik terhadap istrinya, istri memang harus bersikap tegas. Kalau perlu, segera minta ceraikan saja,” kata Satriyo.
Istri Perlu Bicara
Dialog adalah kunci utama untuk mengurai masalah dalam perka-winan. Jika istri yang bekerja merasa tak mampu menjalankan pe-ran ganda sendirian, tak ada cara lain kecuali membicarakannya terus terang dengan suami.
“Katakan dengan jelas kepada suami, karena Anda harus bekerja, maka harus ada orang yang mengisi posisi tugas mengurus rumah. Tawarkan langsung kepada suami untuk mengisi posisi itu. Ungkapkan dengan empati, karena biasanya hati suami cukup sensitif dalam situasi seperti ini,” anjur Satriyo. Apalagi, tak sedikit pria yang menikmati menjadi bapak rumah tangga.
Selain itu, dialog sebenarnya harus dimulai jauh sebelum menikah. Hal yang harus dibicarakan, terutama menyangkut pembagian peran dalam rumah tangga. “Beranilah berkata tidak pada pria yang menolak berdialog. Karena, pada dasarnya, tak ada cinta murni yang tak dilandasi kemauan untuk memahami hal-hal yang disukai atau tidak disukai dari orang yang kita cintai,” jelas Satriyo.
[Dari femina 1 / 2007]
No comments:
Post a Comment
Jika ada yang ingin disampaikan tentang isi blog ini, mohon kiranya berkenan untuk memberikan komentar di sini