Oleh: Muhammad Deden Suryadiningrat
Pendidikan merupakan salah satu unsur yang sangat penting terhadap pembentukan karakter dan pembangun peradaban suatu bangsa. Setidaknya ada tiga faktor pembentukan sebuah peradaban yaitu pandangan hidup (worldview), ilmu pengetahuan (science) dan salah satunya adalah pendidikan (education). Kaitan antara ketiga faktor tersebut merupakan vicious circle (lingkaran setan). Artinya pandangan hidup dapat lahir dan berkembang dari akumulasi ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses pendidikan.
Islam dan Barat memiliki pandangan berbeda mengenai pendidikan. Paham rasionalisme empirisme, humanisme, kapitalisme, eksistensialisme, relatifisme, atheisme, dan lainnya yang berkembang di Barat dijadikan dasar pijakan bagi konsep-konsep pendidikan Barat. Ini jauh berbeda dengan Islam yang memiliki al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad para ulama sebagai konsep pendidikannya. Hal inilah yang membedakan ciri pendidikan yang ada di Barat dengan pendidikan Islam. Masing-masing peradaban ini memiliki karakter yang berbeda sehingga out put yang ‘dihasilkan’ pun berbeda.
Tokoh pendidikan Barat, John Dewey mengatakan bahwa Pendidikan suatu bangsa dapat ditinjau dari dua segi; pertama, dari sudut pandang masyarakat (community perspective), dan kedua, dari segi pandangan individu (individual perspective). Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar hidup masyarakat tetap berlanjutan. Sedangkan dari sudut pandang individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi.
Pendidikan merupakan salah satu unsur yang sangat penting terhadap pembentukan karakter dan pembangun peradaban suatu bangsa. Setidaknya ada tiga faktor pembentukan sebuah peradaban yaitu pandangan hidup (worldview), ilmu pengetahuan (science) dan salah satunya adalah pendidikan (education). Kaitan antara ketiga faktor tersebut merupakan vicious circle (lingkaran setan). Artinya pandangan hidup dapat lahir dan berkembang dari akumulasi ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses pendidikan.
Islam dan Barat memiliki pandangan berbeda mengenai pendidikan. Paham rasionalisme empirisme, humanisme, kapitalisme, eksistensialisme, relatifisme, atheisme, dan lainnya yang berkembang di Barat dijadikan dasar pijakan bagi konsep-konsep pendidikan Barat. Ini jauh berbeda dengan Islam yang memiliki al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad para ulama sebagai konsep pendidikannya. Hal inilah yang membedakan ciri pendidikan yang ada di Barat dengan pendidikan Islam. Masing-masing peradaban ini memiliki karakter yang berbeda sehingga out put yang ‘dihasilkan’ pun berbeda.
Tokoh pendidikan Barat, John Dewey mengatakan bahwa Pendidikan suatu bangsa dapat ditinjau dari dua segi; pertama, dari sudut pandang masyarakat (community perspective), dan kedua, dari segi pandangan individu (individual perspective). Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar hidup masyarakat tetap berlanjutan. Sedangkan dari sudut pandang individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi.
Jadi, Pendidikan merupakan sebuah proses, bukan hanya sekedar
mengembangkan aspek intelektual semata atau hanya sebagai transfer
pengetahuan dari satu orang ke orang lain saja, tapi juga sebagai
proses transformasi nilai dan pembentukan karakter dalam segala
aspeknya. Dengan kata lain, pendidikan juga ikut berperan dalam
membangun peradaban dan membangun masa depan bangsa.
Pengertian Pendidikan Islam
Pengertian Pendidikan Islam
Dr. Yusuf Qaradhawi memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai pendidikan manusia seutuhnya (whole human education);
akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya.
Sedangkan Prof. Dr. Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam
sebagai proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan,
memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan
fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad mengandung
implikasi kependidikan yang bertujuan untuk menjadi rahmatan lil
‘alamin. Di dalamnya terkandung suatu potensi yang mengacu kepada dua
fenomena perkembangan , yaitu:
1. Potensi psikologis yang mempengaruhi manusia untuk menjadi
sosok pribadi yang berkualitas bijak dan menyandang derajat mulia
melebihi makhluk-makhluk lainnya.
2. Potensi perkembangan kehidupan manusia sebagai ‘khalifah’ di
muka bumi yang dinamis dan kreatif serta responsif terhadap lingkungan
sekitarnya, baik yang alamiah maupun yang ijtima\'iyah dimana Tuhan
menjadi potensi sentral perkembangannya.
Dari pendapat dua tokoh Islam diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
pendidikan Islam, bukan hanya mementingakan pembentukan pribadi untuk
kebahagiaan dunia, tetapi juga untuk kebahagiaan di akhirat. Lebih dari
itu, pendidikan Islam berusaha membentuk pribadi yang bernafaskan
ajaran-ajaran Islam, sehingga pribadi-pribadi yang terbentuk itu tidak
terlepas dari nilai-nilai agama. Hal ini mendorong perlunya mengetahui
tujuan-tujuan pendidikan Islam secara jelas.
Adapun tujuan-tujuan pendidikan yang dimaksud adalah perubahan-perubahan pada tiga bidang asasi, yaitu :
Adapun tujuan-tujuan pendidikan yang dimaksud adalah perubahan-perubahan pada tiga bidang asasi, yaitu :
a. Tujuan-tujuan individual, seperti pertumbuhan yang diinginkan
pada pribadi mereka, serta pada persiapan yang dimestikan kepada mereka
pada kehidupan dunia dan akhirat.
b. Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan keseluruhan tingkah laku masyarakat umumnya.
c. Tujuan-tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan
pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai
suatu aktifitas di antara aktifitas-aktifitas masyarakat.
Meskipun demikian tujuan akhir sebuah pendidikan Islam tidak lepas
dari tujuan hidup seseorang Muslim. Karena Pendidikan Islam itu
hanyalah suatu sarana untuk mencapai tujuan hidup Muslim, bukan tujuan
akhir. Dan tentunya tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai tentunya
harus berangkat dari dasar-dasar pokok pendidikan dalam ajaran Islam,
yaitu keutuhan (syumuliah), keterpaduan, kesinambungan, keaslian,
bersifat praktikal, kesetiakawanan dan keterbukaan. Dan yang paling
penting adalah tujuan pendidikan tersebut dapat diterjemahkan secara
operasional ke dalam silabus dan mata pelajaran yang diajarkan di
berbagai tingkat pendidikan, rendah, menengah dan perguruan tinggi,
malah juga pada lembaga-lembag pendidikan non formal.
Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra, Pendidikan Islam mempunyai
beberapa karakteristik yaitu pertama, Penguasaan Ilmu Pengetahuan.
Ajaran dasar Islam mewajibkan mencari ilmu pengetahuan bagi setiap
Muslim dan muslimat. Kedua, Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Ilmu yang
telah dikuasai harus diberikan dan dikembangkan kepada orang lain.
Ketiga, penekanan pada nilai-nilai akhlak dalam penguasaan dan
pengembangan ilmu penetahuan. Keempat, penguasaan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, hanyalah untuk pengabdian kepada Allah dan kemaslahatan
umum. Keempat, penyesuaian terhadap perkembangan jiwa, dan bakat anak.
Kelima, pengembangan kepribadian serta penekaanan pada amal saleh dan
tanggung jawab.
Dengan karakteristik-karakteristik pendidikan tersebut tampak jelas
keunggulan pendidikan Islam dibanding dengan pendidikan lainnya.
Karena, pendidikan dalam Islam mempunyai ikatan langsung dengan
nilai-nilai dan ajaran Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupannya.
Pengertian Pendidikan Barat
Pengertian Pendidikan Barat
Ilmu yang dikembangkan dalam pendidikan Barat dibentuk dari acuan
pemikiran falsafah mereka yang dituangkan dalam pemikiran yang
bercirikan materialisme, idealisme, sekularisme, dan rasionalisme.
Pemikiran ini mempengaruhi konsep, penafsiran, dan makna ilmu itu
sendiri. René Descartes misalnya, tokoh filsafat Barat asal Prancis ini
menjadikan rasio sebagai kriteria satu-satunya dalam mengukur kebenaran.
Selain itu para filosof lainnya seperti John Locke, Immanuel Kant,
Martin Heidegger, Emillio Betti, Hans-Georg Gadammer, dan lainnya juga
menekankan rasio dan panca indera sebagai sumber ilmu mereka, sehingga
melahirkan berbagai macam faham dan pemikiran seperti empirisme,
humanisme, kapitalisme, eksistensialisme, relatifisme, atheisme, dan
lainnya, yang ikut mempengaruhi berbagai disiplin keilmuan, seperti
dalam filsafat, sains, sosiologi, psikologi, politik, ekonomi, dan
lainnya
Menurut Syed Naquib al-Attas, ilmu dalam peradaban Barat tidak
dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama namun dibangun di atas
tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait
dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk
rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan
moral, yang diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah . Sehingga
dari cara pandang yang seperti inilah pada akhirnya akan melahirkan
ilmu-ilmu sekular.
Masih menurut al-Attas, ada lima faktor yang menjiwai budaya dan peradaban Barat, pertama, menggunakan akal untuk membimbing kehidupan manusia; kedua, bersikap dualitas terhadap realitas dan kebenaran; ketiga, menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan hidup sekular; empat, menggunakan doktrin humanisme; dan kelima, menjadikan
drama dan tragedi sebagai unsur-unsur yang dominan dalam fitrah dan
eksistensi kemanusiaan . Kelima faktor ini amat berpengaruh dalam pola
pikir para ilmuwan Barat sehingga membentuk pola pendidikan yang ada di
Barat.
Kesimpulan
Kesimpulan
Penjelasan tentang pendidikan Islam dan Barat di atas memperlihatkan
adanya kesenjangan pola berfikir yang digunakan para ilmuwan mereka
sehingga menghasilkan karakter yang berbeda. Jika sumber dan metodologi
ilmu di Barat bergantung sepenuhnya kepada kaedah empiris, rasional dan
cenderung materialistik serta mengabaikan dan memandang rendah cara
memperoleh ilmu melalui wahyu dan kitab suci, maka metodologi dalam
ilmu pengetahuan Islam bersumber dari kitab suci al-Qur’an yang
diperoleh dari wahyu, Sunnah Rasulullah saw, serta ijtihad para ulama.
Jika Westernisasi ilmu hanya menghasilkan ilmu-ilmu sekular yang
cenderung menjauhkan manusia dengan agamanya, maka Islamisasi ilmu
justru mampu membangunkan pemikiran dan keseimbangan antara aspek
rohani dan jasmani pribadi muslim yang akan menambahkan lagi
keimanannya kepada Allah SWT. Wallahu a’lam bishawab
Penulis adalah Koordinator Centre for Islamic and Occidental Studies Institut Studi Islam Darussalam Gontor
Penulis adalah Koordinator Centre for Islamic and Occidental Studies Institut Studi Islam Darussalam Gontor
No comments:
Post a Comment
Jika ada yang ingin disampaikan tentang isi blog ini, mohon kiranya berkenan untuk memberikan komentar di sini