Matematika :

Jun 25, 2011

Menabung dengan Sampah, Mengapa Tidak!

ORANG menabung  di bank biasanya berupa uang. Tapi di Bantul, Yogyakarta  lain lagi. Tepatnya di Dusun Badegan, Desa Trirenggo, orang menabung berwujud sampah. Seperti dilakukan seorang ibu bernama Muji. Ia datang ke bank  untuk mendaftar sebagai nasabah. “Cuma saya mau tanya dulu, nabung sedikit-sedikit boleh tidak,” katanya saat ditemui wartawan majalah ini.
Tidak seperti kantor bank umumnya: megah, lantainya kinclong dan ruangannya ber-AC, kantor bank di Badegan itu sederhana. Bangunannya kecil, dan berdinding dari bambu. Lalu di depannya dipasang papan nama setinggi sekitar 2 meter bertuliskan ‘Bank Sampah Gemah Ripah.’ Aneh?
Bagi kebanyakan orang, memang aneh. Seperti diakui Muji, ia awalnya menganggap aneh begitu mendengar istilah bank sampah. “Bank kok sampah,” katanya. Rasa penasaran itulah yang mendorongnya datang ke kantor Gemah Ripah untuk mencari tahu.
Saat datang, Muji langsung diterima oleh Direktur Gemah Ripah, Yuniati. Setelah dijelaskan Yuni, demikian biasa dipanggil, Muji minta pamit hendak mengambil sampahnya. “Eman-eman kalau dibuang,” katanya.
Seperti halnya di bank, setiap nasabah mendapat nomer rekening dan buku tabungan. Di dalam buku tabungan itu tercatat dengan detail kapan setornya dan jumlahnya berapa. Setiap nasabah bisa menabung setiap hari. “Biasanya kami buka sore,” kata Yuni.
Sampah-sampah itu di simpan bank di gudang. Bila sudah kelihatan menumpuk,  bank lalu memanggil pengepul sampuh agar membelinya.  Itulah masa panen bagi bank, biasanya sebulan sekali. Sekali panen, kata Yuni, bisa meraup duit antara Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu.
Uang itu nanti dibagi antara pihak bank dan nasabah dengan sistem prosentase. Besarnya prosentase tergantung jenis nasabahnya. Ada dua jenis nasabah: individu dan komunal. Untuk individu pembagiannya 85% nasabah dan  15% bank, sedangkan komunal 25% nasabah dan 75% bank. Nasabah komunal bisa berupa lembaga, misalnya sekolah atau perkantoran. “Bank mendapat bagian lebih besar karena mesti membayar orang untuk mengambil sampah,” jelas Yuni.
Bila setor tabungan bisa saban hari, tidak demikian saat menarik. Nasabah mesti sabar dulu. “Tabungan boleh diambil per tiga bulan,” kata Yuni. Namun biasanya, nasabah lebih suka menunggu hingga hari raya.
Jumlah tabungan para nasabah memang tidak terlalu besar. Paling besar sekitar Rp 300 ribu. Asnarika, misalnya, dalam setahun  tabungan sampahnya  ‘hanya’  senilai Rp 100 ribu.
Namun, Asnarika merasakan manfaat lain. “Rumah jadi bersih, karena sampah tidak keleleran di mana-mana,” katanya.
Bank Sampah Gemah Ripah dikelolah oleh 10 karyawan. Mereka juga menerima gaji, seperti pegawai bank pada umumnya. Bedanya, jika karyawan bank konvensioanal gajinya bisa puluhan juta rupiah, karyawan Gemah Ripah hanya ala kadarnya. “Gaji Direkturnya Rp 150 ribu,” kata Bambang Suwerda, pengganggas bank sampah.
Dari mana ide  bank sampah itu muncul? Dan ternyata, sampah bisa diolah menjadai barang kerajinan apik. Ikuti tulisan berikutnya.*/ Majalah Suara Hidayatullah 

No comments:

Post a Comment

Jika ada yang ingin disampaikan tentang isi blog ini, mohon kiranya berkenan untuk memberikan komentar di sini

 

© Copyright yusuf blog 2010 -2011 | Design by Yusuf Blog | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...