Lewat bakat seninya, Maria Goretti Erit Mandiri (26) menyulap karung bekas jadi tas lukis cantik. Saat memajangnya di blog, kreasi dara lulusan Desain Komunikasi Visual ITS ini pun langsung menarik perhatian. Dengan merek Maritjee, kini ia sibuk memenuhi pesanan dari dalam dan luar negeri.
B agaimana awalnya membuat kreasi barang bekas?
Hobi saya jalan-jalan ke pasar loak, hunting tas yang modelnya tak pasaran. Nah, di rumah saya banyak tumpukan karung beras milik Ibu yang punya depot makanan. Daripada tak terpakai, muncul ide bikin tas. Karena senang melukis, saya jadikan karung tadi sebagai kanvas. Lalu, iseng-iseng saya unduh di blog http://maritjee.blogspot.com. Ternyata, James, seorang teman yang tinggal di Inggris tertarik. Ia pesan tas serupa untuk hadiah sepupunya yang tinggal di Australia. Dari dia, tas saya dikenalkan ke teman-temannya yang tinggal di luar negeri. Ya sudah, sejak itu pesanan mengalir.
Saya mulai mengumpulkan karung beras, pernak-pernik penghias tas, ritsleting, dan cat untuk bahan plastik. Mulai dari mencuci, membuat pola, sketsa, dan melukis dikerjakan sendiri. Kecuali menjahit, dibantu seorang karyawan di pabrik tempat saya bekerja dulu. Teman tadi juga menyemangati saya untuk serius membidik peluang ini jadi usaha. Dia intens mengajari saya soal bisnis, pemasaran, dan lainnya. Tas ini lalu saya beri nama Maritjee. Tapi, saat itu saya masih aktif bekerja jadi kegiatan ini masih sambilan.
Namun, beberapa produk Maritjee pernah dipamerkan, seperti di pameran East West pada 2007, Brangerous pada 2008, pameran bersama di Kafe Brawn 2009, dan Brativity 2009. Pernah juga saya diundang ke seminar dan talkshow radio sebagai entrepreneur kampus, padahal saya merasa belum apa-apa. Produk Maritjee pun makin dikenal karena dianggap unik. Saya juga tergabung dalam komunitas desainer grafis perempuan bernama Brangelous. Meski penggemar tas, saya tak punya pengalaman sebagai desainer, tapi kuliah di bidang desain grafis memang sangat membantu.
Oh ya, nama Maritjee terdengar jenaka, ya?
Sebenarnya itu nama panggilan saya dari teman-teman ketika kuliah. Karena berkesan, akhirnya saya jadikan merek. Usaha ini baru dirintis secara total setahun lalu. Tiga tahun sebelumnya saya bekerja di pabrik sebagai desainer sandal perempuan dan anak. Di sanalah saya belajar soal kepekaan memadukan warna dengan ilustrasi desain yang dibuat.
Dalam sebulan saya masih sempat mengerjakan pesanan satu tas. Untuk mendapatkan karung, saya mencarinya di pasar atau dari pemulung dan pengepul karung. Tak hanya karung beras, tapi juga karung goni. Sepulang kerja, karung itu saya cuci. Lalu tidur sebentar. Bangun jam 2 pagi untuk bikin sketsa dan melukis. Setelah selesai , saya siap-siap berangkat ke kantor.
Pernah ada pesanan 40 tas yang ditunggu dalam waktu sebulan. Saya sampai thypus karena terlalu lelah begadang. Jujur, bekerja di pabrik bikin saya merasa mandeg jadi pengikut tren. Akhirnya saya mengundurkan diri. Sempat kaget juga, biasanya tiap akhir bulan terima gaji, kini tidak. Tapi, senang rasanya bisa lebih bebas mengekspresikan apa yang saya mau. Terlebih ketika karya saya diapresiasi.
Berapa modal awalnya ketika itu?
Tak sampai Rp 100 ribu. Harga satu karung berkisar Rp 500-1000. Beberapa bahan pemanis seperti list untuk pegangan tas saya beli di pabrik tempat bekerja dulu. Bahkan, modal pertama sebenarnya dari pembeli pertama saya, James. Tanpa mematok harga, dia tanya berapa lama saya mengerjakan tas, lalu uangnya ditransfer duluan. Itulah modal awalnya. Kalau dirupiahkan sekitar Rp 500 ribu. Lumayan buat memutar modal dan bikin beberapa tas.
Awalnya saya tak percaya diri menjual produk goresan tangan ini. Karena selepas kuliah baru menemukan karakter lukisan saya. Banyak komentar ini-itu tapi ciri lukisan saya, motif sulur dan kaya warna. Kesan feminin juga terlihat dari gambar perempuan dan lekuk garisnya. Karakter itu tak hanya gambar, tapi tersisip emosi pribadi saya ketika melukis. Setiap produk memiliki turunan. Misalnya, jika membuat lukisan bertema Natal, turunannya seperti tas dan dompet memiliki kesan serupa. Produk itu bisa jadi koleksi. Kurang lebih seperti buku harian yang mengungkapkan kisah hidup saya melalui karya-karya itu.
Siapa target market Maritjee?
Kebanyakan konsumen Maritjee adalah perempuan usia remaja dan dewasa. Selain dari Indonesia, sudah kirim produk ke Australia, Inggris, New Zealand, Virgina. Promosinya dari blog dan mulut ke mulut. Harganya berkisar dari Rp 40 ribu sampai Rp 3 juta. Untuk perawatannya cukup dicuci seperti biasa. Tas juga diberi pelapis dengan aneka motif yang mempermanis tampilan.
No comments:
Post a Comment
Jika ada yang ingin disampaikan tentang isi blog ini, mohon kiranya berkenan untuk memberikan komentar di sini