Teori mengenai bermain telah dibahas oleh banyak pakar dengan berbagai kelebihanya. Karl Groos (Depdikbud, 1979) mengajukan teleology theory yang menerangkan bahwa permainan merupakan alat untuk mempelajari fungsi hidup yang merupakan persiapan untuk menghadapi kehidupan yang sesungguhnya. Karenanya, pembelajaran melalui kegiatan bermain harus memiliki pointers berupa kecakapan-kecakapan untuk kepentingan menghadapi kehidupan nyata.
Spencer (Depdikbud, 1979) mengemukakan surplus theory atau vitality surplus theory dari Marschall, yang mengemukakan bahwa kelebihan tenaga atau kekuatan atau vitalitas manusia dapat disalurkan melalui kegiatan bermain. Melalui kegiatan bermain, kelebihan tenaga yang dimiliki peserta didik dapat disalurkan secara positif. Sehingga kegiatan-kegiatan penyaluran energi ke hal-hal yang tidak baik dapat dihindari atau dicegah.
Claparede mengemukakan bahwa kegiatan bermain disamping untuk mempelajari fungsi hidup (teori Groos) juga merupakan proses sublimasi insting rendah (berkelahi, bergulat, memukul, mengejar, dll.) menjadi tingkat perbuatan yang lebih tinggi. Teori funktion lust dan teroti activitats drang mengemukakan bahwa anak-anak harus memiliki kemauan untuk melakukan aktivitas fisik karena akan bermanfaat bagi kehidupannya di kelak kemudian hari. Frobel (Bigot, 1930) menjelaskan tentang fungsi bermain yaitu untuk memperoleh kesibukan dan membangkitkan fantasi anak. Bigot (1930: 275-276) sendiri mengatakan bahwa melalui aktivitas bermain memberikan kepuasan, kegembiraan dan kebahagiaan dalam kehidupan anak secara individu maupun kelompok serta dapat dijadikan alat pendidikan yang sangat bernilai. Teori inilah yang harus selalu melatar belakangi mengapa kegiatan menjadi bagian yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pendidikan.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat diketahui bahwa bermain bagi seorang anak sangatlah penting terutama untuk mengembangkan kesehatan dan kebahagiaannya. Bahkan bermain bagi seorang anak hampir sama pentingnya dengan kegiatan makan dan minum. Eheart dan Leavitt (1985) menegaskan bahwa kegiatan bermain memberikan kesempatan kepada anak untuk menguasai berbagai konsep dasar dan keterampilan fisik, sosial maupun intelektual. Demikian juga hasil penelitian terhadap anak yang lebih kecil, membuktikan bahwa banyak kecakapan belajar di sekolah dipelajari melalui kegiatan bermain (Garvey: 1977, Sylva, Bruner dan Genova: 1977).
Seorang anak tidak akan berkembang dengan baik tanpa stimulasi kegiatan bermain melalui aktivitas jasmani dan rohani. Bermain bagi seorang anak tidak hanya berperan bagi perkembangan jasmaninya saja tetapi lebih dari itu juga sangat penting bagi perkembangan: 1) intelektual, 2) bahasa, 3) sosial dan 4) emosionalnya. Bermain juga dapat membantu anak memahami dunia sekitarnya, dimana mereka memiliki kesempatan menyelidiki dan menentukan sesuatu, menguji teori yang mereka pikirkan, mencoba hubungan sebab akibat dan belajar tentang banyak hal. Di Sekolah kebutuhan bermain bagi anak harus mampu dipenuhi melalui kegiatan pembelajaran.
Sekolah Kreatif sering kali menerapkan teori tersebut. Bermain dan belajar sering kali diterapkan dalam proses belajar mengajar (PBM) oleh ustadz dan ustadzah. Yang membuat siswa-siswi lebih aktif dan enjoy (nyaman) untuk menerima materi yang diberikan. contohnya PBM Penjas yang menggunakan teori itu.
Permainan Penjas mampu membangun kecakapan kognitif yang merupakan kecakapan intelektual yang berperan membantu menentukan keberhasilan akademik seorang siswa. Kecakapan kognitif itu meliputi: 1) kemampuan mengidentifikasi, 2) kemampuan mengklasifikasi, 3) kemampuan mengurutkan, 4) kemampuan mengamati, 5) kemampuan membedakan, 6) kemampuan membuat ramalan, 7) kemampuan menarik kesimpulan, 8) kemampuan membandingkan dan menentukan hubungan sebab akibat. Pembelajaran Penjas akan mengasah kepekaan seorang anak pada keteraturan (sense of order), urutan (sequence) dan waktu melalui pemahaman mengenai cara, aturan dan kapan memulai dan mengakhiri permainan Penjas.
Kemampuan memecahkan masalah menjadi fungsi lain permainan Penjas. Melalui permainan kejar-tangkap misalnya seorang siswa yang dikejar akan mencoba berbagai cara untuk menghindar dari kejaran lawannya, begitu juga siswa yang mengejar akan berpikir keras untuk mencari cara agar dapat menangkap lawannya. Bahkan mereka dapat juga bereksperimen dengan mengikat kembang kamboja sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan bola untuk bermain, atau mengubah fungsi bak mandi sekolah menjadi sebuah kolam kecil untuk bermain air. Kesempatan bermain yang luas seperti ini membuat anak yakin bahwa ada banyak kemungkinan untuk memecahkan suatu masalah dan mendorong anak lebih lama bertahan di dalam kesulitan (komponen EQ: menunda kepuasan) sampai permasalahan yang dihadapinya memiliki jalan pemecahan terbaik.
Melalui permainan Penjas kemampuan berkonsentrasi (rentang perhatian) juga dikembangkan dengan baik. Tanpa rentang perhatian yang memadai seorang siswa tidak akan dapat asyik dalam pembelajaran Penjas. Permainan Penjas akan mampu melatih kesabaran seorang siswa menunggu giliran bermain, menjaga atau memperhatikan gerakan teman- temannya ketika bermain. Semua itu memerlukan rentang perhatian yang memadai dan kebiasaan ini secara langsung akan meningkatkan kemampuan konsentrasi mereka.
Jul 6, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Jika ada yang ingin disampaikan tentang isi blog ini, mohon kiranya berkenan untuk memberikan komentar di sini