Tidak terasa genap dua
tahun sudah usia pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono (SBY-Boediono).
Dua tahun merupakan waktu yang tepat bagi publik untuk melakukan evaluasi
terhadap pemerintahan SBY-Boediono, terutama kinerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB)
II selaku tulang punggung pemerintahan. Salah satu bentuk evaluasi publik
terhadap kinerja kabinet dapat dilihat melalui tingkat kepuasan publik terhadap
kinerja para menteri yang terekam dalam survei nasional.
Dalam kaitan itu, beberapa waktu lalu Developing Countries Studies Center (DCSC) Indonesia melakukan survei nasional selama rentang waktu tanggal 12-20 Oktober 2011 guna mengukur tingkat kepuasan publik terhadap kinerja para menteri koordinator (menko). Pengukuran kepuasan publik terhadap kinerja para menko dilakukan sebagai salah satu cara untuk melihat kepuasan publik terhadap kinerja kabinet secara keseluruhan.
Secara sederhana ada tiga bidang utama di dalam struktur KIB II, yaitu ekonomi, politik hukum keamanan (polhukam), dan kesejahteraan rakyat (kesra). Bidang ekonomi dikomandoi oleh Hatta Rajasa selaku menko perekonomian, bidang polhukam berada di bawah koordinasi Menko Polhukam Djoko Suyanto, dan bidang kesra dipimpin oleh Agung Laksono selaku menko kesra. Karena itu, kinerja para menteri dapat ditelaah melalui tiga bidang tersebut.
Hasil survei nasional DCSC Indonesia menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja para menko yang tertinggi jatuh pada Menko Perekonomian Hatta Rajasa, yaitu sebesar 36,8 persen. Sementara itu, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Menko Polhukam Djoko Suyanto dan Menko Kesra Agung Laksono masing-masing sebesar 29,3 persen dan 26,8 persen.
Agaknya, menarik untuk mengkaji lebih jauh hasil temuan survei tersebut. Mengapa tingkat kepuasan publik terhadap kinerja menko prekonomian relatif lebih baik ketimbang menko polhukam dan menko kesra?
Memang, jika kita melihat kehidupan polhukam selama dua tahun pemerintahan SBY-Boediono ini akan kita dapat beberapa hal mencemaskan. Konflik sosial berlatarbelakang suku, agama, dan ras masih cukup marak terjadi. Aksi kekerasan terhadap Jemaah Ahmadiyah dan gejolak sosial di Papua yang terjadi beberapa hari belakangan ini merupakan gambaran dari hal tersebut.
Selain itu, kegagalan pencegahan pelarian Nazaruddin, ketidakmampuan memulangkan Nunun Nurbaeti, dan kasus kekerasan di Papua dan Ambon merupakan beberapa contoh konkret lain dari lemahnya kinerja bidang polhukam KIB II. Di saat-saat seperti itu menkopolhukan semestinya lebih aktif memberikan informasi dan penjelasan kepada publik ketimbang dua menko lain.
Sementara itu, isu kemiskinan dan program pengentasan kemiskinan pemerintah yang semestinya aktif disosialisasikan digaungkan kementerian koordinator kesejahteraan rakyat juga tidak terlihat optimal di mata publik. Padahal, sulit dimungkiri bahwa berbagai gangguan keamanan yang marak terjadi beberapa waktu belakangan ini terkait dengan rasa frustasi sosial akibat jeratan kemiskinan. Karena itu, tidak mengejutkan jika tingkat kepuasan publik terhadap kinerja menko kesra hanya berada pada angka 26,8 persen.
Lalu, bagaimana dengan kinerja bidang ekonomi KIB II? Mengapa publik memberikan penilaian relatif lebih tinggi terhadap kinerja menko perekonomian? Jika ditelisik dari kacamata ekonomi makro, pemerintah dapat dikatakan telah berhasil menjaga stabilitas ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari berbagai indikator, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan investasi.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini senantiasa memperlihatkan tren positif. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menujukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan II-2011 mencapai 6,5 persen. Peningkatan jumlah investasi dan penurunan angka pengangguran telah mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sementara itu, tekanan inflasi bulan September 2011 pun tercatat sangat rendah hanya sebesar 0,27 persen.
Peluncuran program Masterplan Percepatan Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) agaknya turut berkontribusi terhadap tingginya kepuasan publik terhadap kinerja menko perekonomian dibandingkan dua menko lain. Peluncuran MP3EI itu dinilai publik sebagai wujud konkret implementasi kinerja Hatta Rajasa selaku menko perekonomian. Boleh jadi, publik menilai bahwa peluncuran MP3EI telah memberikan harapan baru bagi kebangkitan pembangunan perekonomian nasional.
Selain itu, personalitas Hatta Rajasa yang cenderung komunikatif juga berperan besar bagi terbangunnya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja menko perekonomian. Meskipun demikian, angka 36,8 persen juga harus menjadi catatan bagi kementerian koordinator perekonomian untuk meningkatkan kinerja mereka mengingat angka itu masih tergolong rendah karena belum berada di atas 50 persen yang merupakan batas aman dari kepuasan publik.
Beberapa kementerian bidang ekonomi memiliki kinerja kurang membanggakan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merupakan salah satu kementerian bidang ekonomi yang mendapatkan rapor merah dan mengalami reshuffle beberapa waktu lalu. Kegagalan memenuhi target lifting minyak sebesar 970 ribu barel per hari cukup menjadi alasan kuat pemberian rapor merah kepada Kementerian ESDM.
Akhirnya, evaluasi publik terhadap kinerja para menko sebagaimana tercermin dalam survei tersebut harus dimaknai sebagai dorongan bagi pemerintahan SBY-Boediono untuk melakukan evaluasi dan meningkatkan kinerja demi memenuhi harapan publik. Melalui survei terlihat bagaimana publik menilai kebijakan pemerintah dan harapan mereka terhadap para pemangku kepentingan (stakeholders).
Sumber : suar.okezone.com
Dalam kaitan itu, beberapa waktu lalu Developing Countries Studies Center (DCSC) Indonesia melakukan survei nasional selama rentang waktu tanggal 12-20 Oktober 2011 guna mengukur tingkat kepuasan publik terhadap kinerja para menteri koordinator (menko). Pengukuran kepuasan publik terhadap kinerja para menko dilakukan sebagai salah satu cara untuk melihat kepuasan publik terhadap kinerja kabinet secara keseluruhan.
Secara sederhana ada tiga bidang utama di dalam struktur KIB II, yaitu ekonomi, politik hukum keamanan (polhukam), dan kesejahteraan rakyat (kesra). Bidang ekonomi dikomandoi oleh Hatta Rajasa selaku menko perekonomian, bidang polhukam berada di bawah koordinasi Menko Polhukam Djoko Suyanto, dan bidang kesra dipimpin oleh Agung Laksono selaku menko kesra. Karena itu, kinerja para menteri dapat ditelaah melalui tiga bidang tersebut.
Hasil survei nasional DCSC Indonesia menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja para menko yang tertinggi jatuh pada Menko Perekonomian Hatta Rajasa, yaitu sebesar 36,8 persen. Sementara itu, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Menko Polhukam Djoko Suyanto dan Menko Kesra Agung Laksono masing-masing sebesar 29,3 persen dan 26,8 persen.
Agaknya, menarik untuk mengkaji lebih jauh hasil temuan survei tersebut. Mengapa tingkat kepuasan publik terhadap kinerja menko prekonomian relatif lebih baik ketimbang menko polhukam dan menko kesra?
Memang, jika kita melihat kehidupan polhukam selama dua tahun pemerintahan SBY-Boediono ini akan kita dapat beberapa hal mencemaskan. Konflik sosial berlatarbelakang suku, agama, dan ras masih cukup marak terjadi. Aksi kekerasan terhadap Jemaah Ahmadiyah dan gejolak sosial di Papua yang terjadi beberapa hari belakangan ini merupakan gambaran dari hal tersebut.
Selain itu, kegagalan pencegahan pelarian Nazaruddin, ketidakmampuan memulangkan Nunun Nurbaeti, dan kasus kekerasan di Papua dan Ambon merupakan beberapa contoh konkret lain dari lemahnya kinerja bidang polhukam KIB II. Di saat-saat seperti itu menkopolhukan semestinya lebih aktif memberikan informasi dan penjelasan kepada publik ketimbang dua menko lain.
Sementara itu, isu kemiskinan dan program pengentasan kemiskinan pemerintah yang semestinya aktif disosialisasikan digaungkan kementerian koordinator kesejahteraan rakyat juga tidak terlihat optimal di mata publik. Padahal, sulit dimungkiri bahwa berbagai gangguan keamanan yang marak terjadi beberapa waktu belakangan ini terkait dengan rasa frustasi sosial akibat jeratan kemiskinan. Karena itu, tidak mengejutkan jika tingkat kepuasan publik terhadap kinerja menko kesra hanya berada pada angka 26,8 persen.
Lalu, bagaimana dengan kinerja bidang ekonomi KIB II? Mengapa publik memberikan penilaian relatif lebih tinggi terhadap kinerja menko perekonomian? Jika ditelisik dari kacamata ekonomi makro, pemerintah dapat dikatakan telah berhasil menjaga stabilitas ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari berbagai indikator, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan investasi.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini senantiasa memperlihatkan tren positif. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menujukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan II-2011 mencapai 6,5 persen. Peningkatan jumlah investasi dan penurunan angka pengangguran telah mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sementara itu, tekanan inflasi bulan September 2011 pun tercatat sangat rendah hanya sebesar 0,27 persen.
Peluncuran program Masterplan Percepatan Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) agaknya turut berkontribusi terhadap tingginya kepuasan publik terhadap kinerja menko perekonomian dibandingkan dua menko lain. Peluncuran MP3EI itu dinilai publik sebagai wujud konkret implementasi kinerja Hatta Rajasa selaku menko perekonomian. Boleh jadi, publik menilai bahwa peluncuran MP3EI telah memberikan harapan baru bagi kebangkitan pembangunan perekonomian nasional.
Selain itu, personalitas Hatta Rajasa yang cenderung komunikatif juga berperan besar bagi terbangunnya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja menko perekonomian. Meskipun demikian, angka 36,8 persen juga harus menjadi catatan bagi kementerian koordinator perekonomian untuk meningkatkan kinerja mereka mengingat angka itu masih tergolong rendah karena belum berada di atas 50 persen yang merupakan batas aman dari kepuasan publik.
Beberapa kementerian bidang ekonomi memiliki kinerja kurang membanggakan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merupakan salah satu kementerian bidang ekonomi yang mendapatkan rapor merah dan mengalami reshuffle beberapa waktu lalu. Kegagalan memenuhi target lifting minyak sebesar 970 ribu barel per hari cukup menjadi alasan kuat pemberian rapor merah kepada Kementerian ESDM.
Akhirnya, evaluasi publik terhadap kinerja para menko sebagaimana tercermin dalam survei tersebut harus dimaknai sebagai dorongan bagi pemerintahan SBY-Boediono untuk melakukan evaluasi dan meningkatkan kinerja demi memenuhi harapan publik. Melalui survei terlihat bagaimana publik menilai kebijakan pemerintah dan harapan mereka terhadap para pemangku kepentingan (stakeholders).
Sumber : suar.okezone.com
Oleh : BAWONO KUMORO
Asssociate Researcher Developing Countries Studies Center (DCSC) Indonesia
Asssociate Researcher Developing Countries Studies Center (DCSC) Indonesia
No comments:
Post a Comment
Jika ada yang ingin disampaikan tentang isi blog ini, mohon kiranya berkenan untuk memberikan komentar di sini