Menurut
Piaget, manusia tumbuh, beradaptasi, dan berubah melalui perkembangan fisik,
perkembangan kepribadian, perkembangan sosio-emosional, dan perkembangan
kognitif. Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh
anak memanipulasi dan aktif dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Organisasi memberikan organisme
kemampuan untuk meng-organisasi proses-proses fisik atau proses-proses
psikologi menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan.
Fungsi kedua yang melandasi
perkembangan intelektual adalah adaptasi. Semua organisme lahir dengan
kecenderungan untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungan
mereka. Cara beradaptasi ini berbeda antara organisme yang satu dengan
organisme yang lain. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses,
yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan
struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang dihadapi
dalam lingkungannya. Sedangkan dalam proses akomodasi seseorang memerlukan
modifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respon terhadap tantangan
lingkungannya.
Piaget mengemukakan dalam teorinya
bahwa kemampuan kognitif manusia berkembang menurut empat tahap, dari lahir
sampai dewasa. Tahap-tahap tersebut beserta urutannya berlaku untuk semua
orang, akan tetapi usia pada saat seseorang mulai memasuki sesuatu tahapan
tertentu tidak selalu sama untuk setiap orang.
Keempat
tahap tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tahap
sensori-motor (sensory-motor stage):
Tahap sensori motor berlangsung sejak
manusia lahir sampai berusia sekitar 2 tahun. Pada tahap ini pemahaman anak
mengenai berbagai hal terutama bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh beserta
alat-alat indera. Sebagai contoh, pada tahap ini anak tahu bahwa di dekatnya
ada sesuatu barang mainan kalau ia menyentuh barang itu. Pada tahap ini, tanpa
menggunakan kegiatan tubuh atau indera, anak belum bisa memahami sesuatu.
2. Tahap pra-operasional (pre-operational stage):
Tahap pra-operasional berlangsung dari
kira-kira usia 2 tahun sampai 7 tahun. Pada tahap ini, dalam memahami segala
sesuatu anak tidak lagi hanya bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh atau
inderanya, dalam arti, anak sudah menggunakan pemikirannya dalam berbagai hal.
Akan tetapi, pada tahap ini pemikiran si anak masih bersifat egosentris;
artinya, pemahamannya mengenai berbagai hal masih terpusat pada dirinya sendiri.
Pada tahap ini anak berpikir bahwa orang-orang lain mempunyai pemikiran dan
perasaan seperti yang ia alami. Dengan kata lain, pada tahap ini anak belum
bisa berpikir secara objektif, lepas dari dirinya sendiri.
Pada tahap ini, anak
masih kesulitan dalam melakukan pembalikan pemikiran (reversing thought). Juga pada tahap ini anak masih mengalami
kesulitan dalam berpikir secara induktif ataupun deduktif, tetapi pada tahap
ini anak cenderung berpikir transduktif (dari hal khusus ke hal khusus yang
lain), sehingga cara berpikirnya belum tampak logis.
3. Tahap operasi konkret (concrete-opertional
stage)
Tahap
ini berlangsung kira-kira dari usia 7 sampai 12 tahun. Pada tahap ini tingkat
egosentris anak sudah berkurang, dalam arti bahwa anak sudah dapat memahami
bahwa orang lain mungkin memiliki pikiran atau perasaan yang berbeda dari
dirinya. Dengan kata lain, anak sudah bisa berpikir secara obyektif. Pada tahap
ini anak juga sudah bisa berpikir logis tentang berbagai hal, termasuk hal yang
agak rumit, tetapi dengan syarat bahwa hal-hal tersebut disajikan secar kongkret
(disajikan dalam wujud yang bisa ditangkap dengan panca indera. Tanpa adanya
benda-benda kongkret, anak akan mengalami kesulitan dalam memahami banyak hal
dan dalam berpikir logis. Sehingga, untuk anak yang berada dalam tahap ini,
pengajaran lebih ditekankan pada hal-hal yang bersifat verbal.
4. Tahap
operasi formal (formal operational
stage)
Tahap
ini berlangsung kira-kira sejak usia 12 tahun ke atas. Pada tahap ini anak atau
orang sudah mampu berpikir secara logis tanpa kehadiran benda-benda kongkret;
dengan kata lain anak sudah mampu melakukan abstraksi. Akan tetapi,
perkembangan dari tahap operasi kongkret ke tahap ini tidak terjadi secara
mendadak, ataupun berlangsung sempurna. Tetapi terjadi secara gradual. Sehingga
bisa terjadi pada tahun-tahun pertama ketika si anak berada pada tahap ini. Kemampuan
anak dalam berpikir secara abstrak masih belum berkembang sepenuhnya, sehingga
dalam berbagai hal, si anak mungkin masih memerlukan bantuan alat peraga.
Di samping itu, ada cukup banyak
anak yang memasuki tahap ini lebih lambat daripada anak lainnya. Dengan
demikian ada kemungkinan, sekalipun anak sudah berada di bangku SMP,
perkembangan kemampuan berpikirnya masih berada pada tahap operasi kongkret.
Untuk anak yang seperti ini, pembelajaran yang hanya menekankan pada simbol-simbol
dan hal-hal yang bersifat verbal akan sulit dipahami. Oleh karena itu guru
perlu memperhatikan secara seksama kemampuan berpikir tiap-tiap siswa,
sekalipun usia mereka relatif sama. Agar guru bisa memberikan perlakuan yang
sesuai dengan tahap perkembangan kemampuan berpikirnya.
Teori
Piaget menjelaskan bahwa perkembangan kemampuan intelektual manusia terjadi
karena beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti:
1. Kematangan (maturation), yaitu pertumbuhan otak dan
sitem syaraf manusia karena bertambahnya usia, dari lahir sampai dewasa.
2. Pengalaman (experience), yang terdiri dari
a. pengalaman fisik,
yaitu interaksi manusia dengan objek-objek di lingkungannya.
b. Pengalaman
logiko-matematis, yaitu kegiatan-kegiatan pikiran yang dilakukan manusia yang
bersangkutan
3. Transmisi sosial,
yaitu interaksi dan kerja sama yang dilakukan oleh manusia dengan manusia
lainnya.
4. Penyeimbangan (equilibration), yaitu proses struktur
mental (struktur kognitif) manusia kehilangan keseimbangan sebagai akibat dari
adanya pengalaman-pengalaman atau pembelajaran-pembelajaran baru, kemudian
berusaha untuk mencapai keseimbangan baru dengan melalui poses asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah proses di mana informasi-informasi dan
pengalaman-pengalaman baru ‘diserap’ (dimasukkan) ke dalam struktur kognitif
manusia, sedangkan akomodasi adalah penyesuaian pada struktur kognitif manusia
sebagai akibat dari adanya informasi-informasi dan pengalaman-pengalaman baru
yang diserap.
Adaptasi
merupakan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Jika dalam proses
asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi, maka terjadi
ketidakseimbangan (disequili-brium). Akibat ketidakseimbangan ini
terjadi akomodasi, dan struktur yang ada mengalami perubahan atau timbul
struktur baru, barulah terjadi equilibrium. Setelah terjadi equilibrium,
seseorang berada pada tingkat kognitif yang lebih tinggi dari sebelumnya dan
mampu beradaptasi dengan lingkungannya.
Pemanfaatan teori Piaget dalam
pembelajaran dapat dilihat pada pernyataan di bawah ini.
- Memusatkan pada proses berpikir atau proses mental, dan bukan sekedar pada hasilnya. Di samping kebenaran siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban itu.
- Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam kelas, penyajian pengetahuan jadi (ready made) tidak mendapat penekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungannya.
- Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan berbeda.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa kegiatan pembelajaran itu memuaskan perhatian kepada berpikir atau proses
mental anak, yang tidak sekedar kepada hasilnya, mengutamakan peran siswa dalam
kegiatan pembelajaran, dan memaklumi perbedaan individu dalam hal kemajuan
perkembangannya.
Bagi guru matematika, teori Piaget
jelas sangat relevan, karena dengan menggunakan teori itu, guru akan bisa
mengetahui adanya tahap-tahap perkembangan tertentu pada kemampuan berpikir
anak-anak di kelas atau di sekolahnya. Dengan demikian guru bisa memberikan
perlakuan yang tepat bagi para siswanya, misalnya dalam memilih cara
penyampaian materi bagi siswa, penyediaan alat-alat peraga, dan sebagainya,
sesuai dengan tahap perkembangan kemampuan berpikir yang dimiliki oleh siswa
masing-masing. Selain itu guru matematika di SMP perlu mencermati apakah
simbol-simbol matematika yang digunakan guru dalam mengajar cukup mudah
dipahami siswa atau tidak, dengan mengingat tingkat kemampuan berpikir yang
dimiliki oleh masing-masing siswa.
No comments:
Post a Comment
Jika ada yang ingin disampaikan tentang isi blog ini, mohon kiranya berkenan untuk memberikan komentar di sini